PTS

MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENERAPKAN  STRATEGI PEMBELAJARAN  “THINK-TALK-WRITE” SEBAGAI ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA WILAYAH SMA BINAAN DI KABUPATEN DOMPU

MELALUI SUPERVISI KOLABORATIF

 

Oleh: Drs. Suaidin

(Pengawas SMA/SMK Kabupaten Dompu NTB )

 

 

ABSTRACT

Suaidin, Drs , Improving Teacher Skills Learning Strategies in Implementing “Think – Talk – Write” As an Alternative Mathematical Problem Solving Patronage In The Area School District Dompu Through Collaborative Supervision

This study is based on the low learning achievement in mathematics in High School (SMA Negeri 1 Dompu, SMAN 1 Kempo, SMAN 2 Kempo, SMAN 1 Woja and SMA Tri Dharma Kosgoro Dompu). This happens because students do not achieve mastery learning as seen from the results of tests, whereas subjects of mathematics is a main lesson on all levels. Contributing factors of which are in the process of learning students sometimes lack the motivation to learn, low-absorption students, many students do not understand what is delivered by teachers due to lack of teachers to manage learning and poor teacher performance. These problems can be solved with assistance to teachers through collaborative supervision in carrying out the management of teaching from planning, implementation of teaching and learning, and evaluation.

The purpose of this study is the increase in Traffic teachers in implementing the strategy of “Think-Talk-Write” which will have implications on the increase in student learning outcomes in mathematics subjects, special on aspects of communication skills and problem solving at the level of Traffic think  commonly found on Achievement Indicators at least competence in curriculum KTSP 2006. The method of this research is to study the action (action research) with a collaborative approach undertaken by two cycles.
Based on the results of action research can be concluded: (1) Supervision of an individual with a collaborative approach to give effect to increase the performance of high school mathematics teacher in the target area in the district of Dompu both components or learning plan implementation component of learning, and (2) increasing the impact on teacher performance improving mathematics learning outcomes of students ..
Keywords:

collaborative supervision, improvement, teacher Traffic, Think-Talk-Write.

  1. I.                                           PENDAHULAUN
  2. A.        Latar Belakang.

Pemecahan masalah matematis merupakan bagian dari berpikir matematis tingkat tinggi yang bersifat kompleks, karena itu pembelajaran yang berfokus pada kemampuan tersebut memerlukan prasyarat konsep dan proses dari yang lebih rendah. Artinya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa tidak ada tanpa kemampuan pemahaman yang baik. Hal ini meliputi materi maupun cara mempelajari atau mengajarkannya.. Salah satu keputusan yang perlu diambil guru tentang pembelajaran adalah pemilihan pendekatan dan strategi yang digunakan . Masih banyak guru matematika pada sekolah-sekolah binaan penulis, yang menganut paradigma transfer of knowledge, yang beranggapan bahwa siswa merupakan objek dari belajar. Dalam paradigma ini guru mendominasi dalam proses pembelajaran.. Kenyataan ini telah diungkapkan oleh Ruseffendi (1991:328), bahwa matematika yang dipelajari siswa di sekolah sebagian besar tidak diperoleh melalui eksplorasi matematika, tetapi melalui pemberitahuan oleh guru. Walaupun dominasi guru dalam proses pembelajaran matematika tidak selamanya tidak baik, karena terdapat guru yang karena ketegasannya di kelas membuat siswa menjadi lebih bersungguh-sungguh.

Kondisi pembelajaran dimana siswa belajar secara pasif, jelas tidak menguntungkan terhadap hasil belajarnya. Untuk itu perlu usaha guru agar siswa belajar secara aktif. Sejalan dengan pendapat tersebut Sumarmo (2000) mengatakan agar pembelajaran dapat memaksimalkan proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir secara kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan. Pembelajaran yang diberikan pada kondisi ini ditekankan pada penggunaan diskusi, baik diskusi dalam kelompok kecil maupun diskusi dalam kelas secara keseluruhan. Meskipun kesimpulan tersebut diambil berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap siswa sekolah dasar, namun pengembangannya sangat mungkin untuk siswa pada jenjang sekolah yang lebih tinggi.

Dengan mempertimbangkan beberapa pendapat di atas, penulis melakukan sebuah penelitian kolaboratif bersama guru-guru matematika di lingkungan SMA binaan Dinas Dikpora Kabupaten Dompu, dengan judul : “Meningkatkan Kemapuan Guru matematika Dalam Menerapkan Strategi Pembelajaran “ Think – Talk – Write “ Sebagai Alternatif Pemecahan Masalah Matematika Pada SMA Wilayah Binaan di Kabupaten Dompu Melalui Supervisi Kolaboratif “. Strategi pembelajaran yang digunakan ini mengharuskan siswa terlibat berpikir, berbicara, dan menulis dalam proses pembelajaran. Sedangkan model yang dipilih adalah pembelajaran dalam kelompok kecil dengan anggota 4 sampai 6 orang siswa yang dikelompokkan secara heterogen menurut kemampuan matematikanya. Pengelompokkan seperti ini dimaksudkan agar semua siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Kenyataan rendahnya hasil belajar siswa, yang terlihat dari hasil evaluasi belajar mata pelajaran matematika pada siswa SMA wilayah binaan penulis rata-rata 5,38 sedangkan hasil Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) hanya mencapai ketuntasan rata-tara 59,17%  menunjukkan bahwa nilai mata pelajaran Matematika siswa SMA di wilayah binaan masih jauh dari standar ketuntasan belajar, yang telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah binaan. Hal ini jelas menunjukkan bahwa diperlukan upaya-upaya pendampingan aatau bimbingan secara intensif kepada guru-guru di sekolah binaan penulis secara kolaboratif dalam upaya peningkatan proses dan hasil belajar matematika . Pendampingan Pengawas dalam bentuk supervisi kolaboratif terhadap guru matematika dalam pengelola pembelajaran matematika menjadi sangat penting sehingga guru benar-benar dapat mengelola pembelajaran dengan sebaik-baiknya mulai dari perencanaan (materi, model belajar, media belajar, metode, sumber belajar, dan evaluasi), pelaksanaan pembelajaran sampai dengan evaluasi hasil belajar siswa.

B . Perumusan Masalah

  1. Apakah pembimbingan dalam bentuk supervisi kolaboratif oleh pengawas terhadap guru mata pelajaran matematika dapat meningkatkan kinerja guru matematika dalam merencanakan dan menerapkan strategi pembelajaran “think-talk-wite ‘?
  2. Apakah pembelajaran dengan strategi think-talk-write dalam kelompok kecil dapat meningkatkan proses dan hasil belajar matematika siswa?
  1. C.           Hipotesis Tindakan

”Diduga bahwa pembimbingan  dalam bentuk supervisi kolaboratif oleh pengawas terhadap guru mata pelajaran matematika dalam merencanakan dan menerapkan strategi pembelajaran “think-talk-write” pada kelompok kecil  dapat meningkatkan kinerja guru dan hasil belajar siswa.

.

D. Tujuan  Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

  1. a.               Untuk mengetahui peningkatan kinerja guru matematika dalam  menerapkan  strategi pembelajaran ”think-talk-write” dalam kelompok kecil melalui supervisi kolaboratif
  2. b.               Untuk mengetahui peningkatan proses dan hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran ” think-talk-write”  
  3. c.                Meningkatkan kolaborasi yang sinergis antara pengawas dan guru-guru pada sekolah binaan dalam merencanakan dan menerapkan pembelajaran dengan strategi think-talk-write pada kelompok kecil sebagai alternatif pemecahan masalah-masalah dalam pembelajaran matematika di sekolah.
  4. 2.         Manfaat Penelitian
    1. a.               Guru menemukan pendekatan dan strategi pembelajaran yang sesuai ( inovatif ) sehingga dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah peembelajaran matematika siswa di sekolah.
    2. b.                Siswa lebih bebas mengekspresikan kemampuan komunikasi matematiknya, sehingga kemampuannya dalam pemecahan masalah matematika menjadi lebih baik , (kualitas proses dan hasil belajar siswa meningkat ).
    3. c.                Sekolah mendapatkan dampak positif dari terselenggaranya penelitian ini, karena kualitas siswa, guru dan pembelajaran semakin meningkat, yang sekaligus dapat meningkatkan kinerja sekolah

 II.                                                          METODOLOGI PENELITIAN

.

 III.       HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Refleksi Awal

B. Hasil Tindakan Siklus I

C. Hasil Tindakan Siklus II

D. Pebandingan Kemampuan Guru dan Hasil Belajar dari Siklus Ke Siklus

E.  Hasil Observasi

B.     Rekomendasi

Selanjutnya peneliti merekomendasikan hal-hal sebagai berikut.

  1. Supervisi individual dengan pendekatan kolaboratif dapat dilakukan oleh pengawas sekolah terhadap guru mulai dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, sampaidengan evaluasi hasil belajar, khususnya guru matematika.
  2. Dalam pembelajaran guru perlu diarahkan untuk merencanakan RPP yang berbasis CTL dengan berbagai pendekatan dan strategi yang inovastif dalam hal ini Pembelajaran Think-Talk=Write, menyiapkan media dan sumber belajar dengan baik, sehingga mudah untuk melaksanakan proses pembelajaran dan daya serap siswa menjadi lebih tinggi.
  3. Kesulitan-kesulitan guru dalam mempersiapkan perencanaan pembelajaran , media dan sumber belajar perlu didukung oleh sekolah dalam hal pendanaan dan pembiayaannya, sehingga media dan sumber belajar yang dipersiapkan dapat lebih optimal.
  4. Pembelajaran dengan strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil adalah pembelajaran yang bernafaskan konstruktivisme. Menurut faham ini, ilmu pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan bukan dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran ini sangat cocok dilakukan di kelas untuk membantu siswa membangun pengetahuannya. Pembelajaran ini tidak membutuhkan biaya seperti halnya bentuk-bentuk pembelajaran lainnya, hanya saja diperlukan persiapan yang matang terutama dalam hal mengembangkan soal-soal contoh dan latihan. Penerapan pembelajaran dengan Pembelajaran dengan strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil ini memungkinkan untuk diterapkan pada mata pelajaran lain selain matematika.
  5. Hasil  penelitian ini hendaknya menjadi sumber inspirasi bagi pengawas untuk lebih meningkatkan mutu pembelajaran di sekola-sekolah binaan. Sedangkan bagi sekolah, hendaknya dapat diterapkan strategi pembelajaran yang inovatif agar diperoleh hasil belajar yang berkualitas.
  6. Hasil penelitian ini juga bisa dijadikan suatu alternatif lain dalam merubah sistem pembelajaran matematika dari pembelajaran konvensional menuju pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS dalam hal ini peneliti memlikih pembelajaran CTL dengan strategi Think-Talk-Write.
  7. Diharapkan kepada para guru,pengawas dapat selalu berkolaborasi yang sinergis untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai peembelajaran Think-Talk-Write  pada pembelajaran matematika dengan\

================================================================================

UPAYA  MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARANCTL

MELALUI  PELATIHAN MODEL “KLASEMEN” BAGI GURU-GURUSMP/SMA/SMK

DI KABUPATEN  DOMPU SEMESTER GAZAL TAHUN PELAJARAN 2010-2011

 

Oleh :

 

SUAIDIN

(Pengawas)

 

Abstract.  Contextual Teaching Learning (CTL) is a concept of learning that helps teachers relate what is taught with real-world situations of students and encourage students to make connections between their knowledge with its application in their lives as family members and society. With that concept, the learning outcomes expected to be more meaningful for students. The learning process takes place naturally in the form of student work and experience, rather than transferring knowledge from teacher to student. Learning strategies are higher than any results.

 

The purpose of this supervisory action research was to determine the extent to which building inspectors enhance teachers’ ability to apply learning model Contextual Teaching Learning (CTL) through training “Classification”(Klasemen)

 

In a supervisory action research area was conducted in two cycles, the results of actions taken are proven to improve the performance of teachers to achieve the ideal standard. From 67.93% in cycle I, can be increased to 93.92% in cycle II,

The results of this action shows that coaching supervisors through training standings model can improve the performance of teachers in using the learning model CTL target schools in the district Dompu Lessons Year 2010/2011

Key words: the ability of teachers, learning model CTL, training “Classification” .

 

 

I. PENDAHULUAN

Kemampuan guru merupakan faktor pertama yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Guru yang memilikim kemampuan tinggi akan bersikap kreatif dan inovatif yang selamanya akan mencoba dan mencoba menerapkan berbagai penemuan baru yang dianggap lebih baik untuk pembelajaran siswa. Suatu asumsi bahwa peningkatan mutu pembelajaran di sekolah dapat dicapai melalui peningkatan mutu sumber daya manusia (guru dan tenaga kependidikan lainnya), walaupun diakui bahwa komponen-komponen lain turut memberikan kontribusi dalam peningkatan mutu pembelajaran. Peningkatan sumber daya menusia telah banyak dilakukan pemerintah, terutama peningkatan kompetensi guru. Usaha ini berupa peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan, workshop atau bentuk lainnya.

Dalam aspek perencanaan misalnya, guru dituntut untuk mampu mendesain perencanaan yang memungkinkan secara terbuka siswa dapat belajar sesuai dengan minat dan bakatnya., seperti kemampuan merumuskan tujuan pembelajaran, kemampuan menyusun dan menyajikan materi atau pengalaman  belajar siswa, kemampuan untuk merancang desian pembelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, kemampuan menentukan dan memanfaatkan media dan sumber belajar, serta kemampuan menentukan alat evaluasi yang tepat untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran.

Disamping itu, peningkatan profesionalisme guru di kabupaten Dompu juga dilakukan melalui kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), atau pola-pola lain seperti, seminar , lokakarya atau workshop. Namun demikian hasil belajar siswa masih memprihatinkan dan sampai saat ini kenyataannya bahwa hasil evaluasi belajar  yang dicapai di kabupaten Dompu belum semuanya sesuai dengan standar minimal yang ditetapkan pemerintah.

Hal yang sama juga terjadi terhadap guru  SMP/SMA/SMK di kabupaten Dompu. Pelatihan terhadap guru-guru  tersebut telah banyak diikutkan dalam kegiatan diklat baik yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan kabupaten Dompu, LPMP, Bimtek KTSP-SSN oleh Direktorat Pembinaan SMA yang difasilitasi oleh Fasilitator Pusata maupun daerah, PPPPTK, dan lain sebagainya , namun hasil belajar siswa mereka masih dibawah standar yang diharapkan.

Pengamatan yang dilakukan peneliti , bahwa pada struktur program dalam panduan  pelatihan yang disusun pada setiap kegiatan diklat atau workshop, masih didominasi oleh kegiatan menyusun administrasi pembelajaran, dan hanya sedikit kegiatan yang membimbing guru dalam penguasaan materi serta penggunaan model-model pembelajaran CTL serta keterampilan menggunkan media pembelajaran yang sesuai. Disamping itu, pada umumnya para guru yang telah mengikuti diklat atau workshop jarang mensosialisasikan hasil-hasil diklatnya kepada rekan-rekan mereka di sekolah. Hal ini terjadi karena kepala sekolah mereka jarang memberi kesempatan untuk mensosialisasikan program tindak lanjut hasil diklat kepada rekan-rekannya di sekolah.

Berdasarkan hal tersebut, Nawawi (1993) menyatakan bahwa ” program kelas tidak akan berarti bilamana tidak terwujudkan menjadi kegiatan. Untuk itu peranan guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan di antara peserta didik dalam suatu kelas”. Guru bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan  suasana yang dapat mendorong peserta didik untuk melaksanakan  kegiatan-kegiatan di dalam kelas.

Untuk menunjang tugas tersebut maka guru perlu ditunjang dengan kemampuan profesional yang memadai. Guru yang profesional adalah guru yang menguasai kurikulum, menguasai materi pelajaran, menguasai model-model dan atau metode-metode pembelajaran, menguasai penggunaan media pembelajaran, menguasai teknik penilaian pembelajaran, dan komitmen terhadap tugas. Dengan demikian diharapkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru, dapat dicapai tanpa pemborosan waktu, tenaga, material, finansial, dan bahkan pemikiran sehingga pada gilirannya tujuan sekolah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Beeby (1987) menyatakan bahwa pelajaran-pelajaran yang diberikan guru amat kurang sekali variasinya, dan dengan sedikit kekecualian, pola yang sama telah menjadi standar di ulang-ulang sepanjang jam pelajaran sekolah. Kadang-kadang guru mulai mengajar dengan hanya mendiktekan saja pelajarannya dan jika masih ada waktu baru memberikan penjelasan sekedarnya tidak mencerminkan pembelajaran CTL apa lagi tanpa variasi dengan penggunaan media yang sesuai maupun sumber-sumber belajar yang memadai. Apabila kebiasaan seperti itu tetap dipraktekan oleh para guru di kelas selama proses pembelajaran, maka dapat dipastikan bahwa peningkatan mutu pendidikan akan sulit dicapai.

 

Guru dikatakan tidak saja semata-mata sebagai pengajar (transfer of knowledge), tetapi pendidik (transfer of value)dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan penghargaan dan menuntun murid dalam belajar (Sardiman, 1990). Para pakar pendidikan seringkali menegaskan bahwa guru adalah sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan program pendidikan. Pada umumnya kegiatan guru  hanya mentrasfer pengetahuan atau pengalamannya dengan sedikit memberi kesempatan siswa untuk berdiskusi dan diakhiri dengan pemberian tugas atau latihan tanpa menggunakan media dan sumber belajar yang memadai.

Setelah ditelusuri melalui  pengamatan atau dialog peneliti dengan beberapa guru , faktor penyebabnya adalah  kebanyakan  guru-guru  kurang menguasai pembelajaran CTL dan ketrampilan penggunaan media serta sumber belajar yang ada sehingga pembelajaran yang mereka laksanakan masih didominasi dengan cara mentrasfer dari pada menciptakan pembelajaran yang memberi kesempatan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya.

Bettencourt,1989 dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (2006) menyatakan  “Konsep keilmuan tidak dapat ditransfer oleh guru kepada siswa melainkan siswa itu sendiri yang mengkonstruksinya dari data yang diperoleh melalui pancaindranya”.

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa model dan  strategi pembelajaran yang tepat akan berdampak positif bagi siswa. Namun kenyataan yang ada  pada semester 2 thn 2010/2011 menunjukkan hal yang terbalik. Dari hasil supervisi menunjukkan bahwa 90 % guru   masih banyak yang belum menggunakan strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan karaketristik siswa dan situasi kelas. Bila ditelusuri lebih lanjut, faktor yang meyebabkan guru belum mampu melaksanakan strategi pembelajaran dengan tepat karena kinerja menyusun desain model  pembelajaran CTL belum optimal, bahkan ada yang tidak membuat. Penerapan model CTL pembelajaran sangat penting, karena perencanaan yang baik berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.  Oleh karena itu diperlukan adanya perubahan paradigma dalam melaksanakan pembelajaran yang semula guru berpikir bagaimana mengajar menjadi berpikir bagaimana siswa belajar.

Untuk mengatasi hal tersebut di atas, maka peneliti berkeinginan membantu guru di Kabupaten Dompu untuk meningkatkan kemampuan mereka  menyusun  model-model dan ketrampilan menggunakan media Pembelajaran Melalui kegiatan Pelatihan model ”Kelasmen”

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka dapat di rumuskan  permasalahan dalam penelelitian ini yaitu  :

  1. Bagaimanakah meningkatkan kemampuan guru dalam mendesain  model-model pembelajaran CTL melalui pelatihan model ”Kelasmen”?
  2. Apakah setelah mengikuti Pelatihan model ”Kelasmen” dapat meningkatkan kinerja guru dalam menggunakan model pembelajaran CTL ?

Berbagai upaya pemecahan masalah yang telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru dalam mendesain model  pembelajaran CTL, antara lain memperdalam pengetahuan bidang studi yang harus dikuasi guru, memperdalam pengetahuan tentang model dan strategi pembelajaran dan syarat-syarat pembuatan model pembelajaran CTL dan lain sebagainya. Namun fokus perbaikan yang dilakukan untuk pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah meningkatkan kinerja guru dalam mendesain dan mengunakan  model pembelajaran melalui kegiatan Pelatihan Model Klasemen dengan langkah –langkah sebagai berikut :

  1. Melalui pelatihan model klasemen  ini  diberikan pembekalan dan bimbingan teknis pembuatan desain model pembelajaran CTL .
  2.  Pada proses perkembangan kinerja menyusun dan mendesain model pembelajaran CTL, dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap draf-draf awal suatu model  pembelajaran.
  3. Mendiskusikan hasil evaluasi kegiatan pembelajaran dan memberikan refleksi terhadap semua kegiatan yang sudah dilakukan
  4. Dengan adanya refleksi atau umpan balik dari fasilitator dan guru-guru sejenis diharapkan ada motivasi sehingga kinerja guru dalam menyusun desain model pembelajara CTL dapat ditingkatkan.
  5. Merevisi perencanaan siklus berikutnya berdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus sebelumnya.

Dari latar belakang masalah, rumusan masalah, dan pemecahan masalah yang telah dipaparkan di atas maka hipoetesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut.

”Kemampuan guru menggunakan model pembelajaran CTL dapat di tingkatkan melalui pelatihan model ”Klasemen”, dengan demikian dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa.”.

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini ingin mengetahui dan mendiskripsikan :

  1. Peningkatkan kemampuan guru dalam mendesaian model-model pembelajaran CTL melalui pelatihan model ”Kelasmen di SMA binaan Kabupaten Dompu
  2. Peningkatan kemampuan guru dalam menggunakan model pembelajaran CTL melalui pelatihan model ”Kelasmen di SMA binaan Kabupaten Dompu
  3. Respon guru setelah diterapkannya kegiatan Pelatihan Model Klasemen dalam kaitanya dengan kemapuan dalam menggunakan model  pembelajaran CTL.

Sejalan dengan tujuan penelitian yang dilakukan maka  Manfaat Penelitian ini yaitu :

  1. Melalui workshop kegiatan Pelatihan Model Klasemen dapat memberikan pengalaman belajar bagi guru, untuk menemukan model pembelajaran sesuai dengan karaketristik siswa dan situasi kelas yang ada.
  2. Guru, memiliki kemampuan dalam mendesai model-model pembelajaran CTL sehingga dapat dijadikan alternatif bagi guru  sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif dalam upaya peningkatan prestasi belajar siswa.
  3. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan guru menggunakan model-model pembelajaran CTL serta didukung oleh keterampilan menggunakan media pembelajaran yang sesuai

 

Kerangka Berpikir

II.METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research) yang bertujuan untuk meningkatkan kemapuan guru menggunakan model  pembelajaran CTL melalui diklat model klasmen di sekolah  binaan penulis di Kabupaten Dompu. Tindakan yang  dilakukan adalah workshop diklat model klasmen penyusunan model pembelajaran CTL. Jenis penelitian tindakan yang dipilih adalah jenis emansipatori. Jenis emansipatori ini dianggap paling tepat karena penelitian ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan pada wilayah kerja peneliti sendiri berdasarkan pengalaman sehari-hari. Dengan kata lain, berdasarkan hasil observasi, refleksi diri, guru bersedia melakukan perubahan sehingga kinerjanya sebagai pendidik akan mengalami perubahan secara meningkat.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan model Kemmis dan Taggart yang terdiri dari atas empat langkah, yakni: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi (Wardhani, 2007: 45 dan Suharsimi Arikunto, 2006:93) . Model ini dipilih karena dalam pembelajaran selalu  diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Dalam Penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, dan  langkah-langkah dalam setiap siklus meliputi  perencanaan, pelaksnaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester gazal tahun 2011/2012 selama empat bulan mulai dari bulan agustus sampai bulan desember  mulai dari persipan penyusunan  proposal sampai dengan pembuatan laporan yang  disesuaikan dengan jadwal KTI-Online P4TK TK dan PLB Bandung Tahun 2011 , dengan subjek penelitian  guru-guru yang hadir sebanyak 76 orang, yang terbagi atas  dua wilayah . Wilayah A ( guru-guru SMP dan SMA Kecamatan Dompu,Woja dan Pajo yang berjumlah 42 orang. Wilayah B ( Guru-guru SMP, SMAN dan SMK di Kec. Kempo dan Manggelewa Manggelewa yang berjumlah 34 orang,  Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah kemapuan guru dalam mendesain , menggunakan model pembelajaran CTL.Di samping itu, dari hasil supervisi ditemukan kelemahan guru dalam mendesain dan menggunakan model pembelajaran dalam peroses pembelajaran di kelas.

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

(1)  Tahap refleksi awal, (2)  Tahap perencanaan, (3)  Tahap pelaksanaan   tindakan, (4)  Tahap observasi dan  (5)  Tahap refleksi.

Uraian masing-masing tahap dalam penelitian ini  adalah sebagai berikut:

 

(1).Refleksi Awal :…………………………………..

 

(2).Tahap Perencanaan :…………………………………….

 

(3).Tahap Pelaksanaan Tindakan : Pelaksanaan tindakan yang dimaksudkan adalah melaksanakan pelatihan sesuai rencana dengan skenario sebagai berikut :

Tahap Pertama :menerapkan pelatihan model “Kelasmen” dengan menggunakan metode deduktif yaitu peserta diberikan pemahaman penggunaan  model pembelajaran secara teoritis (enactive, iconic) kemudian peserta mendiskusikan dan menggunakannya dalam pembelajaran dikelompok masing-masing

Tahap Kedua : Menerapkan Pelatihan model “Kelasmen” dengan menggunakan metode induktif yaitu peserta diminta menggunakan model pembelajaran dan menjelaskan cara menggunakannya pada peserta lain.( Pada dasarnya tahapan kedua  memiliki prosedur yang sama dengan tahapan pertama , hanya saja diadakan perbaikan pada hal-hal yang dilihat ada kelemahan serta mempertahankan hal-hal yang sudah berjalan dengan baik. Tidak menutup kemungkinan juga dilakukan modifikasi terhadap hal-hal sudah baik supaya tindakan yang diberikan tidak membosankan).

    

(4).  Observasi : Kegiatan observasi adalah mengamati aktivitas peserta diklat dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan dan dilakukan oleh teman sejawat

   

Aspek yang diobservasi terhadap pelaksanaan dan hasil pemberian tindakan, sebagai berikut.

a)  Aspek yang di Observasi pada Proses Pelaksanaan Workshop yaitu kesiapan mental dan fisik guru, kesiapan bahan , kehadiran peserta dan kesiapan Laptop dengan kriteri (S = siap, TS= tidak siap , H= hadir, dan  TH= tidak hadir).

b).Aspek yang di observasi pada mendesain  Model  Pembelajaran yaitu :kesesuaian dengan format, relefansi antara waktu dengan bahan ajar, pebukaan,  inti , penutup, alat/ bahan/suber belajar , penilaian, dan kesan umum desain model pembelajaran CTL yang dibuat .

(5). Refleksi : Pada kegiatan refleksi, peneliti melakukan diskusi dengan pengamat untuk menjaring hal-hal yang terjadi sebelum dan selama tindakan berlangsung berdasarkan hasil pengamatan, catatan lapangan, dan hasil wawancara dengan  subyek  penelitian agar dapat diambil kesimpulan dalam merencanakan tindakan selanjutnya.

Sumber data dalam penelitian ini adalah guru  yang mengajar di kelas X ,XI dan XII . Sedangkan data penelitian adalah  data kualitatif  yang diperoleh dari :

  1. 1.    Pengamatan Partisipatif: Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar pengamatan. Hasil pengamatan digunakan untuk menilai keaktifan peserta dalam mengikuti diklat dan kontribusinya dalam membantu teman sejawat menyelesaikan masalah
  2. Keterampilan mendesain model pembelajaran CTL: Untuk menilai kemampuan peserta mendesain model pembelajaran dan  menggunakan lingkungan sekitar sesuai mata diklat
  3. Keterampilan menggunakan model  pembelajaran CTL: Untuk  menilai keterampilan peserta diklat dalam mengimplementasikan model pembelajaran CTL
  4. 4.      Wawancara: Wawancara dimaksudkan untuk menggali kesulitan peserta dalam mendesain dan mnggunakan model  pembelajaran CTL

Moleong (1999 :190) menyatakan bahwa proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yaitu analisis berdasarkan penalaran logika. Analisis tersebut digunakan atas pertimbangan bahwa, jenis data yang diperoleh berbentuk kalimat-kalimat dan aktivitas-aktivitas peserta diklat. Sedangkan Analisis Kuantitatif  digunakan untuk menghitung besarnya peningkatan kemampuann guru melalui pelatihan  model Klasemen  dengan menggunakan  prosentase ( % ).

Indikator Keberhasilan Proses Pelaksanaan pelatihan model kelasemen , guru minimal: Siap secara mental dan fisik =  85%, Kesiapan bahan = 85%, Kehadiran   = 90%, Kesiapan laptop = 60 %. Sedangan indikator keberhasilan Hasil Pelaksanaan Pelatihan: 85% guru mendesain model  pembelajaran CTL sesuai dengan format yang relevan dengan kondisi pembelajaran., 85% guru memperoleh skor baik dan sangat baik pada aspek relevansi antara waktu dengan bahan ajar, 85 % guru pada aspek pembukaan  dalam kategori baik dan sangat baik, 85 % guru pada aspek kegiatan inti dalam kateori baik dan sangat baik., 85 % guru pada aspek kegiatan penutup (kesimpulan, pos-test dan waktu) dalam kategori baik dan sangat baik. Apabila kurang dari 85% guru tidak mememenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, berarti tindakan dianggap belum berhasil. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan dan dilaksanakan pada siklus berikut,.

 

Secara umum Pelaksanaan Pelatihan dapat di jelaskan sebagai berikut :

Fase 1 : Orientasi peserta kepada masalah : Agar kegiatan peserta berorientasi kepada masalah, maka perencanaan pelatihan yang dirancang dan dimulai dari kegiatan penetapan tujuan yang jelas, kemudian merancang situasi masalah yang akan diselesaikan peserta, dan mengorganisasikan sumber daya serta rencana logistik yang digunakan.

a.   Penetapan tujuan: Dalam pelaksanaannya, pelatihan model ”Kelasmen” diarahkan untuk   mencapai tujuan yang sifatnya membantu peserta mengembangkan ketrampilan berpikir dan pemecahan masalah, dan menjadi peserta yang mandiri

b.   Merancang situasi  :Pelatihan model ”Kelasmen” dirancang untuk memberi keleluasaan kepada peserta memilih masalah untuk diselidiki dan dicoba, karena cara ini dapat meningkatkan motivasi peserta. Masalah yang dirancang sebaiknya authentik, mengandung teka-teki, memungkinkan kerjasama,

c.   Organisasi sumber daya dan rencana logistik :Dalam pelatihan

model “Kelasmen” peserta belajar dengan berbagai sarana, material, atau peralatan. Pelaksanaannya dapat dilakukan di kelas, di laboratorium, di perpustakaan  atau di luar kelas bahkan di luar tempat pelatihan. Oleh karena itu pengorganisasian sumber daya dan logistik menjadi tugas fasilitator yang utama dalam merancang pelatihan model “Kelasmen”

 

Fase 2 : Mengorganisasikan peserta untuk belajar :Pelatihan model ”Kelasmen” dibutuhkan pengembangan ketrampilan kerjasama dalam melakukan sesuatu untuk memecahkan masalah. Untuk itu perlu bantuan fasilitator dalam merencanakan dan mengorganisasikan tugas-tugas peserta, sehingga diperlukan kelompok belajar kooperatif. Pengorganisasian peserta dalam kelompok ini memperhatikan kemampuan/keterampilan akademik peserta,

Fase 3 : Membimbing peserta   secara individu maupun kelompok

Pada fase ini fasilitator  membantu peserta mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, dilatih dengan berbagai pertanyaan untuk membantu peserta memikirkan suatu tindakan untuk memecahkan masalah. Disamping itu fasilitator  mendorong peserta untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan material manipulatif, gambar-gambar atau simbol-simbol untuk memecahkan masalah

 

Fase 4 :  Menjelaskan atau mengkomunikasikan hasil  

Fasilitator  mendorong terjadinya pertukaran informasi atau ide secara bebas dalam melatih peserta mengkomunikasikan konsep yang dimiliki sehingga terciptanya kemampuan peserta menjelaskan konsep menggunakan model pembelajaran CTL dengan media/sumber pada peserta lain.

 

Fase 5 : Mengembangkan masalah dalam bentuk-bentuk lain

Fasilitator mendorong dan membimbing peserta mengembangkan masalah dengan cara menyajikan dalam bentuk lain.

 

Fase 6 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalahTugas fasilitator pada fase akhir ini adalah membantu peserta menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri, dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

 

 

III.  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

 

A. Deskripsi Kondisi Awal

………………..

B. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus I

 

D.                                       Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas peserta dalam kegiatan   penyususnan desain model  pembelajaran CTL bagi guru  di Kabupaten Dompu melalui pelatihan model ”klasemen”. Di samping itu juga, terjadi peningkatan kinerja guru dalam menyusun desain model  pembelajaran CTL melalui  pelatihan model Klasemen  dari siklus I ke siklus II pada masing-masing aspek dengan target ketercapaian sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui  pelatihan model Klasemen dapat meningkatkan kinerja guru dalam mendesai model  pembelajaran guru di di kabupaten Dompu .

Keberhasilan tindakan ini disebabkan oleh pemahaman secara menyeluruh tentang model  pembelajaran CTL sangat diperlukan. Dengan pemahaman yang baik, maka model pembelajaran CTL dapat disusun dengan baik. Mengoptimalkan pemahaman guru terhadap model pembelajaran CTL melalui pembinaan intensif dalam bentuk penyelenggaraan  pelatihan model Klasemen  menunjuk pada metode kooperatif konsultatif dimana diharapkan para guru berdiskusi, bekerja sama dan berkonsultasi secara aktif, serta presentasi visual . Aktivitas ini akan sangat membantu mereka dalam memahami konsep-konsep dasar penyusunan model pembelajaran CTL serta pada akhirnya nanti mereka mampu menyusun model dan strategi pembelajaran CTL dengan baik dan benar.

Dalam kaitannya dengan pembinaan melalui pelataiahan model Klasemen , maka penelitian ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan Amstrong (1990: 209) bahwa tujuan  pelatihan  adalah untuk memperoleh tingkat kinerja yang diperlukan dalam pekerjaan mereka dengan cepat dan ekonomis dan mengembangkan kinerja-kinerja yang ada sehingga prestasi mereka pada tugas yang sekarang ditingkatkan dan mereka dipersiapkan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar di masa yang akan datang. Siswanto (1989: 139) mengatakan  pelatihanbertujuan untuk memperoleh nilai tambah seseorang yang bersangkutan, terutama yang berhubungan dengan meningkatnya dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang bersangkutan.Pelatihan dimaksudkan untuk mempertinggi kinerja dengan mengembangkan cara-cara berpikir dan bertindak yang tepat serta pengetahuan tentang tugas pekerjaan termasuk tugas dalam melaksanakan evaluasi diri (As’ad, 1987: 64).

Dari paparan di atas, menunjukkan bahwa peningkatan kemapuan  guru melalui kegiatan  pelatihan model Klasemen  yang lebih menekankan pada metode kolaboratif konsultatif akan memberikan  kesempatan sharing antara satu guru dengan guru lain. Dengan demikian, pemahaman terhadap model  pembelajaran CTL dapat ditingkatkan baik dalam teoretisnya maupun implementasinya.

 

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

 

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan         di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

  1. Pelatihan Model Klasemen dapat  memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan  dan  kinerja  guru dalam menyususun,  mendesain dan menggunakan model pembelajaran CTL di Kabupaten Dompu,
  2.  Peningkatan  kemampuan  dan kinerja  guru  dalam menyususun,  mendesain dan menggunakan model pembelajaran CTL berdampak  pada peningkatan hasil belajar  siswa     di  Kabupaten Dompu.
  3.  Guru memberikan respon sangat positif terhadap kegiatan penyusuan model pembelajaran CTL melalui  pelatihan model Klasemen. Dengan demikian kegiatan pelatihan model klasemen  memberikan dampak positif terhadap kinerja guru dalam menyusun , mendesain model  pembelajaran CTL.
  1. A.   Rekomendasi

Berdasarkan  hasil  penelitian,  hal-hal    yang    disarankan    adalah sebagai berikut:

  1. Pelataihan Model Klasemen   dapat dilakukan oleh pengawas sekolah terhadap guru- guru , khususnya guru mata pelajaran,
  2. Dalam pembelajaran guru perlu diarahkan         untuk merencanakan RPP model pembelajaran yang berbasis CTL dengan berbagai pendekatan  dan  strategi  yang inovatif,  , serta  menyiapkan  media  dan sumber belajar dengan baik.
  3. Persiapan guru dalam perencanaan model pembelajaran CTL , khususnya   dalam  hal   media dan   sumber   belajar,  perlu difasilitasi oleh sekolah sehingga   media   dan   sumber belajar yang dipersiapkan dapat lebih optimal
  4.  Guru sebaiknya menyusun model  pembelajaran CTL berdasarkan kebutuhan siswa dan memperhatikan proporsi waktu yang ada dan tidak hanya mencontoh strategi pembelajaran yang telah ada,
  5. Agar pembinaan melalui workshop model pelatihan Klasemen dapat berjalan secara efektif, maka semua guru harus mampu bekerjasama dengan peserta lain yang bersifat kolaboratif konsultatif,
  6. Peningkatan kinerja guru dalam menyusun dan menggunakan model  pembelajaran CTL akan berjalan dengan efektif bila semua komponen sekolah memfasilitasi kegiatan tersebut secara rutin,
  7.  Sebaiknya Dinas Pendidikann senantiasa memfasilitasi dalam semua kegiatan dalam rangka meningkatkan kinerja guru dalam menyusun strategi model pembelajaran berbasil CTL,
  8.  Pembinaan penyusunan model  pembelajaran CTL melalui workshop pelatihan model Klasemen , dapat dijadikan salah satu alternatif dalam meningkatkan kompetensi guru pada umunya

Daftar Pustaka

  1. Beeby, C.E. 1987. Pendidikan di Indonesia. Terjemahan BP3Kdan YIIS, Jakarta.
  2. ……………………………….., Laporan Penelitian Tindaakan Kelas, Sebagai Karya Tulis Ilmiah dalam Kegiatan Pengembangan Profesi Pengawas Sekolah, Bacaan Pendukung, PMPTK, 2008
  3. Djamaan Satori, Aan Komariah; Metodologi Penelitian Kualitatif , Alfabeta Bandung 2009
  4. Pusdiklat. 2003. Prinsip-prinsip Manajemen Penataran. Sawangan: Pusdiklat Pegawai Depdiknas
  5. Kementrian Pendidikan Nasionasl. 2011, Pedoman Kegiatan Pemngembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Jakarta
  6. Depdiknas. 2007. Pedoman Pengembangan Strategi Pembelajaran Pendidikan Dan Penataran Pendidikan Formal Jakarta.
  7. Suharsimi Arikunto; Penelitian Tindakan Untuk Guru, Kepala Sekolah & Pengawas,Jogyakarta,Aditya Media
  1. Tita Lestari,(2008), Metencanakan dan Melaksanakan Penelitian Tindakan Sekolah ” dari Sekolah Binaan kami Untuk Sekolah Binaan Anda” Makalah Disampaikan Pada Kegiatan Pembekalan Pembimbing Penelitian Tindakan Sekolah tanggal 16 s.d 17 Mei 200 di Hotel Peocer, Cisarua Bogir
  1. Suhardjono,; Pertanyaan dan jawaban Sekitar Penelitian Tindakan Kelas dan Tindakan Sekolah, Penerhit Cakrawala Indonesia LP3 , Universitas Negeri Malang.
=========================================================================================

PENINGKATAN KINERJA GURU BINAAN DALAM MENYUSUN STRATEGI MODEL PEMBELAJARAN MELALUI WORK SHOP PADA SMA 2 KEMPO  DI KABUPATEN DOMPU

 

Oleh:

DRS.SUAIDIN

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses menyusun strategi dan model pembelajaran melalui workshop, serta meningkatkan Kinerja guru dalam menyusun strategi pembelajaran melalui workshop di SMA 2 Kempo selaku SMA Binaan peneliti. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan respon guru terhadap kegiatan yang dilakukan.. Penelitian dilakukan dengan dua siklus dan masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan, yakni: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Indikator kinerja yang ditetapkan adalah: bila minimal terdapat 85 % guru tergolong sangat baik dan baik dalam aspek penilaian strategi pembelajaran, maka sudah dapat dikatakan tindakan yang diterapkan berhasil. Aspek yang diukur dalam menilai keberhasilan tindakan adalah kesiapan guru mengikuti workshop dan hasil pelaksanaan workshop.

Dari analisis diperoleh bahwa terjadi peningkatan kesipan dan Kinerja guru dalam menyusun strategi pembelajaran dari siklus I ke siklus II. Ketercapaian indikator kinerja terdapat pada tindakan ke II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui workshop dapat meningkatkan Kinerja guru dalam menyusun strategi pembelajaran pada guru di SMA 2 Kempo ,selaku sekolah binaan peneliti.

Kata kunci: Kinerja guru, strategi pembelajaran, workshop.

BAPAK/IBU YANG MEBUTUHKAN CONTOH PTK/PTS SILAHKAN BERI KOMENTAR

. TRIMA KASIH

One comment

Leave a comment